Senin, 31 Agustus 2020

Rilis Pelatihan Master of Ceremony (MC) dan Moderator

 


Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang (HIMA FH UNPAM) telah mengadakan Pelatihan Master Of Ceremony (MC) dan Moderator. Hal ini dilakukan berdasarkan program kerja Bidang Kajian dan Akademis, dimana pelatihan tersebut dilaksanakan melalui Via Daring Zoom Meeting App dan diadakan khusus untuk pengurus Himpunan Mahasiswa Hukum Universitas Pamulang.

Dalam kendati cara seseorang berbicara didepan khalayak umum ataupun memandu suatu acara yang biasa disebut public communication/public speaking sangatlah penting dipahami dan diperdalam lagi secara totalitas agar sebuah acara dapat berjalan dengan baik. Pentingnya mempelajari tentang Master Of Ceremony (MC) dan Moderator pada dasarnya begitu banyak,  dimana sangat berguna bagi mahasiswa/i, organisasi, atau bahkan hingga terjun kedalam profesi. Apalagi jika kita sebagai organisatoris, maka dirasa sangat perlu untuk memperdalam ilmu tentang Master Of Ceremony (MC) dan Moderator ini.

Master Of Ceremony (MC) dan Moderator dalam beberapa pandangan terkadang disamakan oleh beberapa orang, padahal jelas kedua hal tersebut adalah berbeda. Maka dari itu suatu keharusan untuk mengetahui tugas, fungsi, dan hal- hal yang harus dipersiapkan, dilakukan, diperhatikan, dihindari  dan sebagainya, ketika menjadi seorang Master Of Ceremony (MC) dan Moderator. Kajian yang dilaksanakan pada pukul 15.25 – 17.00 WIB dan dihadiri sebanyak 20 orang dan satu narasumber yaitu Ibu, Dwi Kusumo Wardhani S.H., M.Kn. selaku Dosen Universitas Pamulang dan di pandu oleh moderator yaitu Adam Andriantama Bayu Aji  selaku Anggota Bidang Kajian dan Akademis.

Dalam pemaparan materi oleh Dwi Kusumo Wardhani, beliau menyampaikan bahwa perbedaan yang paling mendasar antara moderator dan MC, dimana Moderator adalah pemegang kendali disesi tertentu dalam suatu kegiatan sedangkan Master Of Ceremony yaitu pemegang kendali dari seluruh kegiatan bahkan moderator baru bisa berbicara setelah dipersilahkan oleh MC. Dalam hal berbicara mengenai MC dan Moderator ini, tidaklah segampang yang dipikirkan melainkan haruslah memperhatikan Tugas pokok jika bertugas sebagai MC maupun Moderator,  hal-hal yang harus dipersiapkan, sikap saat bertugas, tata cara/tutur kata hingga penampilan, lanjut beliau.

Beliau juga menceritakan sedikit banyaknya pengalaman beliau  ketika menjadi MC atau Moderator. Lebih dari itu, dalam materi yang di tampilkan menjelaskan secara rinci perbedaan antara MC dan Moderator,  perbedaan acara (formal, semi-formal, dan Non formal), dan juga tahapan yang harus dilakukan sebelum menjadi MC hingga kepada tahap pelakasanaannya.

Setelah narasumber memaparkan materi, moderator pun membuka sesi tanya-jawab. Pertanyaan yang disampaikan cukup variative dari Saudara Sholihin Muhammad Nasution, David C. Sitompul, dan Kurniawan. Pemateri juga memberi jawaban yang sangat jelas. Acara selanjutnya adalah tahap praktik. David pun memperagakan Opening ceremony dan Closing Ceremony. Setelah itu pemateri langsung memberi tanggapan terkait apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan oleh David.

Usailah sudah dihujung acara pelatihan MC dan moderator, Adam selaku moderator menyampaikan kesimpulan pada pelatihan tersebut dan mengucapkan terimakasih kepada audiens dan narasumber yang telah menyempatkan waktu untuk memberikan sumbangsi pemikiran, pengalaman, tenaga hingga waktu.

Untuk mengakses video pelatihan secara lengkap, klik link di bawah ini.

https://www46.zippyshare.com/v/NERaTnFk/file.html

 

Kamis, 28 Mei 2020

Rilis Focus Group Discussion "Menelaah Kebijakan Kampus di Tengah Pandemi COVID-19"


Sabtu, 16 Mei 2020  Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang, kembali mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dari Bidang Kajian dan Akademis dengan tema " Menelaah Kebijakan Kampus Di Tengah Pandemi COVID-19". FGD kali ini akan membahas seputar kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak kampus dan problematika yang dialami oleh mahasiswa/i Universitas Pamulang.  Focus Group Discussion yang dimulai pada jam 20.00 WIB tesebut berakhir hingga pada jam 22.20 WIB, dengan sebanyak 54 peserta FGD dari berbagai jurusan yang ada di unpam karena sifat dari FGD tersebut terbuka untuk semua mahasiswa UNPAM.
Yang paling menarik dari FGD ini adalah dimana pematerinya adalah Ketua Himpunan Mahasiswa (HIMA) dari masing-masing Prodi yang ada di kampus UNPAM, tepatnya ada 15.
Namun berhubung Ketua HIMA yang lain masih dalam kesibukan di intern mereka, FGD tersebut pun hanya dihadiri dari dari beberapa saja, yaitu:
~Sholihin Muhammad Nasution
(Ketua umum Hima Fakultas Hukum)
~Andi Maulana
(Ketua umum Hima Teknik Industri)
~Chitra Arisila Putri
(Ketua umum Hima Matematika)
~Ilyas Mubasir
(Ketua umum Hima Pendidikan Ekonomi)
~Muhammad Alfian Ramdhani
(Ketua umum Hima Teknik Elektro)
~Farthoni Syifa A.R
(Ketua Umum Teknik Informatika)
~Trihadi Sukma
(Ketua umum Hima Manajemen)

Dengan moderator Immanuel R. Sinaga selaku Ketua Bidang Kajian dan Akademis HIMA FH UNPAM.

Focus Group Discussion tersebut disambut meriah dengan ucapan manis intelektual dari moderator kemudian dibuka pemaparan materi dari ketua umum HIMA FH UNPAM, dimana beliau menyampaikan problem mahasiswa saat ini adalah terkait dengan perkuliahan online dan uang kuliah.
Perkuliahan online Unpam dirasa masih jauh dari kata sempurnah, karena berdasarkan surat Edaran Rektor nomor 009/A.1/Ed/UNPAM/III/2020 Perihal Pedoman Umum Layanan Akademik Secara Online masiswa/i diberi waktu 3 hari dalam setiap pertemuan untuk mengikuti perkuliahan online, namun alih-alih masih ada dosen yang memberikan jadwal perkuliahan yang tidak sesuai dengan surat edaran tersebut. Disisi lain, terkait dengan pembayaran biaya perkuliahan juga disoroti beliau. Sholilin mengatakan dimana upaya kampus dalam hal biaya perkuliahan dirasa kurang tepat apabila kampus yang memberikan keringan waktu atau penangguhan kepada mahasiswa/i sampai 8 juni 2020. Kampus seharusnya dapat mengetahui apa yang terjadi di lapangan yaitu mulai banyaknya mahasiswa yang di PHK dan dirumahkan, banyaknya mahasiswa yang tidak dapat membayar uang kuliah bagi yang bergantung pada kiriman dari orangtua karena orangtua mereka juga banyak yang di PHK maupun dirumahakan. Ditambah lagi pandemi COVID-19 yang tak kunjung mereda membuat perekonomian semakin krisis. Maka sebaiknya kampus memberikan potongan biaya kuliah 50 % terhadap mahasiswa bukan memberikan tangguhan atau perpanjangan waktu pembayaran perkuliahan, ujar Sholihin.
Di susul juga pemaparan terkait dengan topik diskusi tersebut yaitu dari Muhammad Alfian Ramdhani selaku Ketua umum Hima Teknik Elektro. Beliau menyampaikan problem dari prodi teknik Elektro tidak jauh seperti yang diutarakan Sholihin sebelumnya, namun yang ingin lebih di soroti adalah terkait dengan teknis perkuliahan online, dimana kampus seharusnya menyodorkan ataupun memberikan prioritas kepada dosen agar membuat skema perkuliahan jangan hanya terpaku kepada via elearning saja, sebaiknya dibuatlah suatu regulasi yang baru misalkan perkuliahan online lewat zoom, dischort, group whatsApp dan lain-lain, agar lebih efektif dan mahaiswa dapat berperan aktif pada topik pembahasan pada setiap mata kuliah, ujar ketua Hima Elektro tersebut.
Selanjutnya bergeser ke Andi Maulana
selaku Ketua umum Hima Teknik Industri yang menyampaikan bahwasannya FGD yang dilakukan HIMA FH ini sangatlah bagus dilakukan karena dapat menampung dan mendiskusikan seputar tentang kampus. Di sambung beliau, berangkat dari perkuliahan online saat ini yang masih juga dirasa kurang efektif, maka oleh karena itu mahasiswa harus mampu menyampaikan aspirasinya kepada pihak birokrasi kampus agar terjadi balancing antara mahasiswa dengan jajaran pihak kampus,  juga agar mahasiswa dapat menempatkan diri sebagai agen of change yang mampu bersaing dengan mahasiswa yang lain dengan perbaikan pada sistem perkuliahan online, ujar ketua Hima Teknik Industri tersebut.
 Juga disampaikan oleh Ilyas Mubasir
selaku Ketua umum Hima Pendidikan Ekonomi, kebijakan kampus saat ini dalam hal perkuliahan online dirasa tepat dengan membuat sistem pembagian tiap Reguler pada elearning, yang perlu di tekankan adalah terhadap pihak dosen agar memberikan kemudahan kepada mahasiswa jangan sampai mempersulit mahasiswa dengan mewajikan mahasiswa harus masuk kepada forum diskusi pada elearning sebanyak 15 kali yang dinilai kurang efektif . Maka hal tersebut yang harus lebih diperhatikan oleh jajaran kampus, ujar ketua umum Hima Pendidikan Ekonomi tersebut.
Selanjutnya dari Chitra Arisila Putri selaku Ketua umum Hima Matematika menyampaikan pandangannya terkait dengan topik pembahasan tersebut. Salah satu Ketua umum Hima dari kaum perempuan yang berada di UNPAM ini menyampaikan dalam halnya polemik yang terjadi dari prodi matematika cukup sama seperti yang disampaikan ketua hima yang lain sebelumnya, namun yang perlu digaris bawahi perlu adanya pendekan antara mahasiswa dengan dosen agar bisa bernegosiasi dan bertukar pikiran terkait dengan skema ataupun konsep perkuliahan sesuai dengan kesepakatan antara mahasiswa dengan dosen. Juga agar menumbuhkan kedekatan emosional antara mahasiswa dengan dosennya masing-masing, ujar ketua umum Hima Matematika tersebut.
Selanjutnya disampaikan oleh Trihadi Sukma selaku Ketua umum Hima Manajemen, bahwasannya baik untuk diadakannya diskusi seperti ini dimana saling mempersatukan antara hima-hima yang ada si UNPAM dan mendiskusikan seputar terkait dengan kampus. Terhadap topik FGD tersebut, di prodi Manajamen sama halnya juga yang siresahkan mahasiswa/i adalah terkait deng perkuliahan onlline dengan pembayaran uang Kuliah, juga sangat perlu tindak lanjut hasil diskusi kita malam ini agar semua aspirasi keluh kesah mahasiswa/dapat tersampaikan ke jajaran kampus, ujarnya.
Kemudian yang terakhir menyampaikan pandangannya adalah Farthoni Syifa A.R selaku Ketua Umum Hima Teknik Informatika yang begitu tegas menyampaikan permasalahan terkait dengan biaya perkuliahan di kampus UNPAM, perlu menilik dari keadaan mahasiswa saat ini , kampus seharusnya dapat hadir memberikan solusi kepada mahasiswa di tengah pandami saat ini. Disisi lain kampus juga perlu melihat kampus-kampus lain yang memberikan keringan kepada mahasiswa/i dengan memotong biaya perkuliahan sebanyak 50 % yang dirasa sangat membantu meringankan beban mahasiswa/i nya, ujar ketua umum Teknik Informatika tersebut.

Selanjutnya moderator pun menyampaikan bahwasannya dari sekian banyak yang disampaikan oleh pemateri yang hadir lebih menitikberatkan permasalahan kepada perkuliahan online dan biaya perkuliahan di kampus UNPAM.
Maka untuk membahas lebih lanjut moderator pun membuka question and answer session (sesi tanya jawab). 
Sesi tanya jawab kali ini di mulai dari saudara Trioso Aji mahasiswa UNPAM, dengan pertanyaan bagaimana langkah mahasiswa/i agar aspirasi maupun hasil diskusi kita ini dapat tersampaikan kejajaran birokrasi kampus?
Penanya kedua kali ini dari saudara Adam Andriantama selaku Anggota Bidang Kajian dan Akademis HIMA FH UNPAM. Adam menyampaikan bagaimana langkah kampus apabila pandemi COVID-19 ini tak kunjung mereda?
Dan yang ketiga adalah saudari Dhea Putri Ismala mahasiswa UNPAM menyampaikan bahwasannya diskusi yang diadakan HIMA FH ini sangat bagus karena membahas yang langsung berkaitan dengam kampus ditambah lagi menghadirkan ketua umum dari HIMA yang ada di Kampus UNPAM. Saudari Dhea memberikan saran yang sangat membangun kampus UNPAM kedepannya, dimana Ia menyampaikan agar kampus kita tercinta ini tidak dipandang sebelahmata oleh kampus lain perlu mengadakan diskusi-diskusi seperti ini agar pihak kampus mendapat masukan-masukan dan aspirasi dari mahasiswa, sehingga dapat menjadi acuan pihak kampus dalam membuat suatu kebijakan yang baik dan sifatnya lebih membangun kampus menuju yang lebih maju lagi, ujar Dhea.
Kemudian moderator pun memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada ketua Hima FH UNPAM untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari peserta FGD. Beliau menanggapi pertanyaan dari saudara Trioso Aji, langkah mahasiswa/i agar aspirasi dan hasil FGD tersebut agar dapat di ketahui oleh kampus adalah yang pertama kita kedepannya akan membuat Dialog Civitas Akademika dengan mempertemukan antara mahasiswa/i dengan jajaran birokrasi kampus, dimana di DAC itulah kita bawa semua gagasan dan hasil diskusi kita kali ini, jawab Sholihin.
Terkait dengan pertanyaan saudara Adam , dalam halnya apabila Pandemi ini masih terus berkelanjutan maka kampus perlu membuat suatu sistem regulasi perkuliahan online yang baru agar dapat memberikan pendidikan kepada mahasiswa dengan cara yang efektif, efisien dan masif, sambung beliau.
Kemudian Andi Maulana (ketua umum Hima Teknik Industri) menanggapi dari pertanyaan yang masuk ke forum, beliau menanggapi tindak lanjut dari hasil diskusi ini adalah dari Hima masing-masing prodi dapat membuat Petisi yang terkandung didalamnya permasalahan-permasalahan dan aspirasi mahasiswa dan melakukan pendekatan kepada pihak kampus baru akan kita sampaikan aspirasi mahaaiswa/i ke pihak birokrasi kampus, ujar beliau.
Juga ditanggapi oleh Chitra Arisila Putri (Ketua umum Hima Matematika), bahwasannya perlu dari Hima Masing-masing yang ada di UNPAM melakukan pendekan kepada prodi masing-masing dan menyampaikan apasih sebenarnya problem yang dialami mahasiswa, nah dari pendekatan inilah yang dapat ditempuh untuk jalur yang pertama agar kita mempunya kedekatan emosional dulu terhadap prodi masing-masing, baru kita sampaikan lagi ke pihak jajaran yang lebih tinggi di kampus kita, ujar Citra.
Kemudian Ilyas Mubasir (Ketua umum Hima Pendidikan Ekonomi) menanggapi perlunya mediasi dengan pihak kampus, jangan sampai langsung demo dan menimbulkan kericuhan, maka dirasa perlu untuk mediasi terlebih dahulu agar mendapatkan kesimpulan atas problem yang dialami mahasiswa/i.
Setelah beberapa pemateri menyampailan pandangannya atas pertanyaan peserta, kemudian saudara M. Ardan pun menyampaikan masukan juga, Ardan mengatakan yang perlu kita soroti adalah mahasiswa/i yang saat ini dalam tahap penelitian maupun penyusunan proposal skripsi, sudah sejauh mana kebijakan kampus terkait dengan hal tersebut, maka saya rasa hal ini perlu juga kita telusuri dan kita bahas secara lebih komprehensif. Juga terkait dengan pengumpulan bantuan sosial, dimana pihak kampus hanya membuka ruang kepada prodi manajamen, Hukum, S1 Akutansi, D3 Sekretari, PKN, Sastra Inggris, dan Teknik Elektro. Sedangan 8 prodi lagi tidak diikutsertakan dalam bantuan sosiol ini. Sama halnya seperti yang diutarakan Ketum Hima FH sebelumnya, Maka saya selaku Ketua Bidang Advokasi Hima FH menyampaikan bahwasannya dari bidan Advokasi akan membuat Dialog Civitas Akademika dengan menghadirkan pihak jajaran birokrasi kampus agar secara langsung aspirasi mahasiswa dan tindak lanjut  FGD kita  malam ini tersampaikan, ujar Ketua Advokasi Hima FH tersebut.
Setelah M. Ardan menyampaikan kalimat yang membakar jiwa semangat peserta FGD tersebut kemudian moderator pun akhirnya menutup FGD karena memang waktu tidak teras sudah menunjukkan pukul 22.10 WIB, dan menyampaikan kesimpulan dari Focus Group Discussion.
Kesimpulannya adalah setelah pemerintah telah menetapkan  Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) sebagai jenis penyakit yang menimbulkan Kedaruratan kesehatan juga menetapkan kedaruratan masyarakat Corona Virus Disease (COVID-19) di Indonesia yang wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana yang di tetapkan pada 31 Maret 2020 lalu.
Dari sejumlah kementerian Negara Indosesia pun mengeluarkan berupa Keputusan maupun Surat Edaran untuk pencegahan penyebaran COVID-19.
Salah satunya dengan di keluarkannya Surat Edaran Kementerian Pendikan dan Kebudayaan Nomor: 1685/LL4/TU/2020 Perihal Himbauan Antisipasi Penyebaran Virus Corona.
Dan Universitas Pamulangpun mengeluarkan Surat Edaran Rektor Nomor: 363/A/Ed/UNPAM/III/2020 perihal perkuliahan tatap muka diganti menjadi elearning yang dimulai pada hari Senin, 16 Maret - 29 Maret 2020 juga dengan Surat Edaran Rektor Nomor: 009/A.1/Ed/UNPAM/III/2020 perihal perpanjangan pelayanan akademik dan administrasi Unpam dilakukan secara online hingga tanggal 29 Mei 2020. Sehingga menimbulkan beberapa polemik dan problematika di kalangan mahasiswa/i, dimana yang paling disoroti adalah permasalah perkuliahan online yang kurang efektif dan biaya uang perkuliahan yang hanya ditangguhkan oleh pihak kampus.
Dalam halnya perkuliahan online perlu memperbaiki atau membuat sistem perkuliahan yang lebih efektif atau dengan metode-metode tatap muka via online seperti zoom, Dischort, group whatsApp ataupun dengan mempertegas pihak dosen agar perkuliahan online sesuai dengan Surat Edaran Rektor nomor 009/A.1/Ed/UNPAM/III/2020
Perihal Pedoman Umum Layanan Akademik Secara Online.
Terkait dengan biaya uang perkuliahan mahasiswa/i meminta agar pihak kampus dapat empati melihat mahasiswa yang dilanda banyak permasalahan seperti ada yang di PHK dan dirumahkan sehingga ketidakmampuan membayar uang perkuliahan.
Maka dalam hal ini mahasiswa meminta dan memohon kepada jajaran birokrasi kampus agar memberikan dispensasi potongan uang perkuliahan 50% yang sangat membantu mahasiswa/i.
Oleh karena itu tindak lanjut dari Focus Group Discussion ini adalah dengan menyampaikan aspirasi mahasiswa/i pada Dialog Civitas Akademika (DCA) yang langsung bertemu dan menyampaikan secara langsung kepada pihak jajaran birokrasi kampus UNPAM.

Rabu, 20 Mei 2020

Arti Sebuah Moralitas Dalam Sistem Pendidikan di Indonesia


Pendidikan Moral Sejak Dini Sangat Penting! - Kompasiana.com
Source Image: Kompasiana.com

Pendidikan merupakan suatu upaya dalam  memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf yang insani. (Prof. Dr. Nicolaus Driyakara, S.J). Di dalam tokoh pendidikan  nasional ada Ki Hajar Dewantara yang mengartikan pendidikan sebagai upaya memajukan budi pekerti, pikiran jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan  masyarakatnya.

Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa : “Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti  (kekuatan batin, karakter,pikiran,dan tubuh anak) dalam pengertian taman siswa hal ini tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunia nya. (Kerja Ki Hajar Dewantara 1962:14).
Di era digital saat ini yang begitu pesat perkembangannya menjadi suatu tanda keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam  memberikan dampak perubahan dan tekanan dalam kehidupan. Selain bernilai positif, tentu nya ada nilai negatif akibat lahirnya sebuah peradaban baru yang sering kita sebut dengan dunia 4.0 ini, dimana pengaruh globalisasi telah berhasil merusak watak dan karakter sebagian generasi penerus bangsa yang kini cenderung mengabaikan pendidikan moral.  Padahal, tujuan ideal dari sebuah pendidikan selain membentuk anak didik dapat meraih kecerdasan  intelektual dan memiliki keterampilan dasar untuk melaksanakan tugas adalah perlu adanya suatu sistem pendidikan yang mampu mengarahkan anak bangsa pada perubahan sikap, perilaku, dan tindakan menjadi lebih baik.
Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan : “Dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…” dari kutipan pembukaan UUD 1945 tersebut sudah jelas bahwa Indonesia memiliki sebuah tujuan mulia, dimana tujuan ini sudah menjadi cita—cita bangsa Indonesia sendiri. Untuk itu, pendidikan moral sangatlah  penting bagi berbagai elemen yang ada di masyarakat apapun  latar belakangnya.
Selanjutnya, peran pemerintah dalam mengatur sistem pendidikan nasional telah tertuang dalam UUD 1945 pasal  31 ayat 1-5 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut penulis menyimpulkan bahwa Negara sebagai penyelenggara diwajibkan berpegang teguh pada prinsip demokratis dan berkeadilan, serta tidak adanya diskriminatif terhadap golongan tertentu, selalu menjunjung tingi hak manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajuan bangsa Indonesia yang telah menjadi satu kesatuan sistematis dengan sistem terbuka dan multi makna.
Di Indonesia sendiri pendidikan moral sudah ada di setiap jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Harapannya jelas, agar pendidikan moral tak beranjak dari nilai-nilai luhur yang ada di dalam tatanan moral bangsa Indonesia yang termaktub jelas dalam Pancasila sebagai dasar Negara. Selain itu ada beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pendidikan moral di Indonesia, di antara nya :
1.      Peserta didik harus memiliki tingkat kesadaran dengan bentuk mengupayakan identifikasi-identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai kondisi perkembangan moral dari peserta didik itu sendiri.
2.      Pemahaman serta pengamalan nilai-nilai moral pancasila, dengan kata lain kalau lah Pancasila memiliki 36 butir nilai moral maka harus dipahami juga proses pemahaman peserta didik berdasar pada tingkat kesadaran dan tingkat  kekuatan nilai kesadar an itu sendiri.
3.      Guru sebagai fasilitator dan teladan yang baik juga bisa membawa dampak positif bagi perkembangan moral anak bangsa.
Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa Sistem Pendidikan di Indonesia sudah  cukup jelas arahnya, akan tetapi untuk tujuannya belum sepenuhnya terealisasi sebagaimana yang tertuang dalam  pasal 31 ayat 1-5 UUD 1945 dikarenakan masih banyak anak-anak bangsa Indonesia yang masih kesulitan untuk mendapatkan pendidikan yang layak dengan keadaan zaman sekarang cukup memprihatinkan apabila tidak di imbangi dengan baik, tekanan era globalisasi yang semua orang bisa mengakses belahan dunia tanpa batas bukan tidak mungkin apabila anak-anak bangsa tidak dibekali dengan ilmu pendidikan moral yang cukup akan sangat berakibat fatal bagi bangsa Indonesia sendiri, oleh karena itu peran keluarga terutama orang tua  juga sangat diharapkan mampu ikut mengawasi dan mendidik anak-anak nya agar tidak terjerumus dalam lingkaran negatif  dari dampak globalisasi ini.

Oleh : Gilang Restuaji (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang dan Anggota Bidang Pengembangan Organisasi HIMA FH)

Pentingnya Critical Thinking di Era Industri 4.0



sumber:htps://images.app.goo.gl/MVSazzffsBrRZ5HAA

P
ada zaman industri 4.0, zaman yang dimana segala aspek kehidupan semakin kompleks dan kompetisi semakin ketat sehingga menuntut kita sebagai generasi penerus dan pemuda yang menentukan arah bangsa ini akan dibangun harus memiliki skill ataupun kemampuan yang bisa membawa perubahan dengan cepat, selektif dan efektif, salah satu kemampuan yang dimaksud seperti Critical Thinking atau Berpikir Kritis. Proses belajar mengajar dibangku pendidikan tidak selalu menyediakan pengalaman yang membuat siswa ataupun mahasiswa bisa memliki progres yang cepat dalam karir mereka, dikarenakan rendahnya kemampuan untuk mengambil keputusan yang tegas dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini berhubungan erat dengan kemampuan berfikir kritis dalam memahami, mengindentifikasi serta mengevaluasi suatu narasi atau isu yang didapat sehingga membuat pilihan keputusan yang kurang tepat.
Critical Thinking atau Berpikir Kritis merupakan sebuah proses yang disengaja dan dilakukan secara sadar untuk menafsirkan sekaligus mengevaluasi sebuah informasi dari pengalaman, keyakinan, dan kemampuan pengetahuan yang ada. (Mertes). Kenapa kita butuh berpikir kritis? Jawaban yang paling mendasar ialah agar kita bisa bersikap adil sejak dalam pemikiran. Selain itu juga menurut saya, kita harus selalu berfikir kritis karena yang pertama agar memiliki kemerdekaan dalam berfikir dan punya keputusan 100% atas keputusan kita, dengan itu kita memiliki landasan berfikir yang kuat serta bisa dipertanggungjawabkan. Yang kedua membuat rasa percaya diri karena kita sudah mencoba mereduksi bias, dengan itu kita bisa lebih yakin lagi terhadap argument kita terhadap suatu topik. Yang ketiga agar kita menjadi lebih open minded karena kita lebih aware dengan segala sudut pandang bukan hanya satu perspektif. Yang keempat meningkatkan fungsional literasi, karena disini kita selalu mecoba memahami segala nuance yang ada. Dan yang kelima terhindar dari manipulasi (media, berita palsu).
Setelah kita lebih memahami keuntungan dari critical thinking atau berpikir kritis secara menyeluruh, selanjutnya juga kita harus mengerti bagaimana cara untuk berpikir kritis.Jordan Peterson (Profesor of Phsikology) berpendapat bahwa “salah satu cara untuk latihan berfikir kritis ialah dengan menulis, karena ketika kita menulis akan melatih otak kita untuk berfkir sistematis”. Dalam sebuah pemaparan di video youtubenya  dengan judul Critical Thinking oleh Gita Savitri menyebutkan bahwa cara untuk berpikir kritis diantaranya adalah yang pertama berpikir objektif dan seadil mungkin terhadap suatu topik, yang kedua menganalisa faktor yang terlibat, yang ketiga mengidentifikasi argument lain yang berkaitan, yang keempat mengevaluasi argument kita untuk menentukan valid atau tidak, dan yang kelima memperhatikan efek atau implikasi dari argument. Ketika kita sudah melewati proses memahami, mengidetifikasi, mengobservasi, menganalisis, serta mengevaluasi argument kita secara sistematis dari segala sudut pandang terhadap suatu topik, dengan itu kita bisa membuat keputusan yang ideal dan efektif serta solutif dalam sebuah permasalahan.
Dalam era revolusi industri 4.0 ialah zaman yang dimana segalanya menggunakan esensi teknologi, pergerakan dinamis serta cepat dan efektif, sehingga manusia dituntut untuk mempersiapkan diri dengan memiliki kemampuan ataupun pola pikir skill dalam menghadapi era teknologi serta serba cepat ini. Melalui konsep berpikir kritis manusia dibentuk serta didorong untuk memiliki kemampuan mengidentifikasi sebuah permasalahan, menganalisis segala pandangan secara komprehensif, serta mengevaluasi argument untuk menentukan valid atau tidaknya guna menghindari segala kemungkinan yang berdampak negatif untuk kita, orang sekitar kita serta masyarakat luas. Hal ini dirancang untuk menghasilkan manusia yang memiliki daya saing tinggi dalam menghadapi era revolusi industry 4.0.

Oleh: Yoga Tama Dindri (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang dan Kepala Bidang    Pengembangan Organisasi HIMA FH UNPAM)



Jumat, 08 Mei 2020

Mengkritisi Tindakan Pemerntah di Tengah Pandemi COVID-19

Sumber:https://images.app.goo.gl/MiLBTGMS2be4sgTY9

M
asa-masa kelam dunia terjadi beberapa bulan terakhir disebabkan oleh pandemi covid-19. Corona Virus Disease pertama kali dideteksi dan ditemukan di kota Wuhan, China. Karena penyebaran virus yang masif maka WHO sebagai organisasi kesehatan dunia pun mengumumkan bahwa virus corona ini termasuk kategori virus pandemi melalui direktur jendral WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus; Direktur jenderal WHO tersebut mengkhawatirkan penyebaran dan tingkat keparahan wabah ini.
“Menggambarkan situasi sebagai pandemi tidak mengubah penilaian WHO terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh  virus corona ini. Itu tidak mengubah apa yang harus dilakukan oleh negara”, tambahnya. (11/3) di Genewa (cnnindonesia.com).
        Melihat bahwa wabah pandemi corona ini penyebarannya cepat bagai kilat, secara responsif negara-negara di dunia yang terdampak pun langsung menerapkan lockdown. Terkecuali Indonesia. Saat negara-negara di dunia menerapkan lockdown; justru pada saat itu Indonesia belum juga mengambil sikap, dengan dalih “corona tidak akan bisa hidup dan berkembang di negara tropis”, “Masyarakat kita kuat maka tidak perlu khawatir terhadap corona”, dst. Begitulah beberapa pernyataan yang diungkapkan oleh pejabat publik di Indonesia.
Virus corona pun tersebar di Indonesia,dua warga depok, Jawa Barat sekaligus sebagai orang yang pertama kali terdampak virus tersebut. Setelah itu pasien-pasien virus corona pun bertebaran di rumah sakit dan banyak yang meregang nyawa disebabkan oleh virus tersebut.
Per-tanggal 07 Mei 2020, data warga Indonesia yang terjangkit virus corona adalah : positif, 12776 orang; Sembuh, 2381 ; Meninggal, 930. (www.covid-19.go.id)
       Hemat penulis, pemerintah kurang responsif terhadap virus ini; sehingga puluhan ribu kasus terjadi dan ratusan orang yang harus meregang nyawa. Jika saja pemerintah bersikap responsif terhadap wabah pandemi ini maka penulis yakin tidak akan sebanyak itu kasus yang terjadi.
Di tengah pandemi, pemerintah justru mementingkan efektivitas dari kartu pra-kerja dibanding bantuan langsung tunai atau bantuan sembako kepada masyarakat yang terlihat lambat dalam pendistribusiannya. Yang menurut pemerintah ini sebuah terobosan, justru insyaf penulis ini merupakan kegagapan dari pemerintah. Karena pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membayar kerja sama dengan perusahaan-perusahaan penyelenggara pelatihan pra-kerja. Bagi teman-teman aktivis ini di pandang sebagai bentuk kepentingan kelompok elite atau birokrat yang menjurus kepada pemerintahan yang oligarki.
Dan yang lebih ironis banyak daerah-daerah yang telah menerapkan PSBB; namun bantuan untuk masyarakat belum juga didapat. Padahal jika kita merujuk pada PP No.21 Tahun 2020 dalam pembatasan sosial berskala besar pemerintah daerah wajib melaksanakan dan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Di mana dalam UU tersebut termaktub, selama karantina wilayah (PSBB) kebutuhan hidup dasar orang dan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat bersama pemerintah daerah.
         Pemerintah menyamarkan kata “karantina wilayah” dengan pembatasan sosial berskala besar; secara penafsiran gramatikal kata tersebut memiliki arti yang sama. Padahal dalam UU No. 6 Tahun 2018 juga yang termaktub adalah karantina wilayah bukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Jelas tergambarkan kegagapan pemerintah dalam penanganan dan penanggulan pandemi covid-19 atau mungkin disengaja untuk menghindari tanggung jawab kepada masyarakat seperti yang termaktub dalam Pasal 55 UU No.6 Tahun 2018.
         Pada akhirnya, penulis berkesimpulan bahwa pemerintah sangat tidak responsif dan akomodatif. Pemerintah terlalu mementingkan ekonomi bahkan kepentingan kelompok elite tertentu dibanding nyawa. Sebagai penutup, Max Weber pernah menuliskan dalam bukunya Democracy and Modernization, kurang lebih bunyinya : “setiap penguasa dipilih oleh rakyat, dan setelah penguasa terpilih; rakyat tetap harus tunduk dan patuh terhadap penguasa”.    

Oleh : Adam Andriantama Bayu Aji ( Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang & Anggota Bidang Kajian dan Akademis HIMA FH UNPAM)

Rilis Focus Group Discussion “Peran Pemerintah Terhadap Kaum Buruh Atas Dampak Pandemi COVID-19”





S
ehubungan dengan program kerja dari Bidang Kajian dan Akademis Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pamulang, yaitu Focus Group Discussion, dengan  tema "Peran Pemerintah Terhadap Kaum Buruh Atas Dampak Pandemi COVID-19"yang terbuka untuk umum lewat Via Zoom, telah  dilaksanakan pada tanggal 07 Mei 2020 tepat pada kamis malam, yang dimulai pada pukul 20.00 WIB hingga pada pukul 21.30 WIB, berjalan dengan kondusif dengan pembawaan moderator yang begitu sedikit lebih santai yaitu Muhammad Deta Vintara selaku mahasiswa fakultas hukum UNPAM sekaligus Anggota Bid. Kajian & Akademis HIMA FH UNPAM, apalagi  dihangatkan dengan kehadiran Narasumber yaitu Mr. Chessa Ario Jani Purnomo, S.H.,M.H selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang), bersama dengan Mr.Antonius Alreza, S.H.,M.H selaku Pengelola Probono Pusat Bantuan Hukum PERADI Tangerang, yang begitu mempunyai pandangan luas dan mendalam terhadap problem kita hari ini.
        Pada Focus Group Discussion kali ini,baik dari mahasiswa pengurus HIMA FH UNPAM periode 2019/2020 maupun dari luar, diikuti oleh sebanyak 28 orang terhitung dengan 2 Narasumber dan 1 moderator. Seiring dengan berjalannyan waktu diskusi setelah moderator membuka diskusi,maka bergeserlah kepada narasumber untuk menyampaikan pandangannya terkait dengan topik yang akan dibahas. Buah pemikiran pun perlahan disampaikan  dalam kendali akal sehat dan nalar kritis,beserta dengan analisa yang tajam berdasarkan aspek normative maupun empiris hingga kepada titk permasalahannya.
   Seperti yang ditegaskan oleh Narasumber yaitu Mr. Chessa, berangkat dari ide Pertentangan ,keseimbangan hingga harmonisasi hubungan industrial ada actor yang paling sentral yakni pemerintah (regulator/law enforcement), pengusaha/perusahaan (pelaku ekonomi) dan pekerja/serikat buruh (pelaku pelaksana). Maka timbul suatu pertanyaan,apakah mungkin melegalisasi system kelas dalam sebuah masyarakat yang  terbagi secara kelas dan menjadikannya sebuah komponen dalam system hukum? Bisakah Negara mengakui ide tentang kelas namun tetap “netral”? Tidakkah konflik pada akhirnya akan menghancurkan system hukum atau system system hukum yang akan merepresi konflik?
     Maka berdasarkan pertanyaan tersebut, perlu kita ketahui bersama bahwa ada beberapa tanggung jawap pemerintah dalam perspektif HAM yaitu fungsi menghormati (To respect), fungsi memenuhi (to full fill), fungsi melindungi (to protect), fungsi promosi (to promote). Artinya pemerintah perlu memberikan tiga hal yang mendasar yaitu, berupa Bantuan Sosial, Asuransi Sosial dan Jaminan Sosial, ujar beliau.
    Juga disampaikan Narasumber, Mr. Alreza “pada dasarnya jika kita memerhatikan para pekerja/buruh sangatlah begitu tersiksa dan memprihatinkan karena kehilangan pekerjaan dan bingung untuk mencari uang agar kebutuhan sehari-hari tetap terpenuhi." Ditambah lagi pada program PSBB yang mengharuskan untuk stay at home.   Hingga 17 maret 2020 lalu, pemerintah pun mengeluarkan surat edaran lewat Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK/.04/III/2020 Tentang Perlindungan Pekerja Buruh/dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19,yang dirasa keberadaan surat edaran ini kurang mempunyai dasar hukum yang cukup kuat jika kita bandingkan pada hierarki peraturan Perundang-undangan. Sehingga,surat edaran ini pun tidak kunjung direalisasikan oleh para pengusaha maupun yang dtujukan kepada Bupati/Walikota sesuai dengan ketentuan surat edaran ini.
      Juga dengan dikeluarkannya Perpres No. 36 Tahun 2020 pada tanggal 26 Februari 2020 program Kartu Pra Kerja bagi buruh terdampak COVID-19 dengan dana APBN Rp.5,6 Triliun, Insentif Rp. 600 selama 3 bulan,apakah semuaitu tersampaikan kepada masyarakat atau malah ada mencari kesempatan dalam kesempitan? Jelaslah pemerintah harus memperhatikan dan mengatasi hal tersebut, ujar beliau.
Pada sesi Tanya Jawab pun dibuka dengan pertanyaan yang cukup mendasar oleh moderator sendiri dengan diikuti oleh tiga penanya yaitu, Saudara Dimas Fathur Chandra (Mahasiswa Fakultas Hukum UNPAM sekaligus Pengurus HIMA FH UNPAM Bidang Pengembangan Organisasi), dengan bung Hasibuan dari pekerja/buruh pada salah satu perusahaan di Tangerang Selatan dan yang terakhir adalah Saudara Kurniawan (Mahasiswa Fakultas Hukum UNPAM sekaligus Pengurus HIMA FH UNPAM Bidang Advokasi).
Adapun kesimpulan dari Focus Group Discussion tersebut adalah dimana Akibat Pandemi Corona Virus Deseases -2019 banyak persoalan-persoalan  ataupun polemik yang timbul dan berdampak terhadap kalangan masyarakat sosial (social society). Diantaranya adalah terkait dengan para kaum serikat buruh yang mengalami  prolematika yaitu pemutusan hubungan kerja (PHK), banyak yang dirumahkan, upah dipotong atau upah tidak dibayar, penundaan pembayaran atau cicil tunjangan hari raya (THR).
Disisi lain langkah pemerintah menghadirkan Kartu Prakerja Dirasa kurang tepat dan kurang efektif karena barangkali tidak memberikan suatu gambaran yang pasti akan diterima oleh masyarakat dan ditambah lagi karena kurangnya pengawasan pemerintah terhadap para pemimpin-peminpin  seperti,menteri, gubernur, bupati/walikota, camat, kepala desa/kelurahan hingga kepada Rukun Tetangga (RT), yang mengakibatkan banyaknya kejahatan kerah putih ( crimes collar white). Maka Seyogianya pemerintah menghadirkan suatu konsep regulasi yang baru yaitu konsep alternative. Artinya disamping pemerintah menyediakan program Prakerja untuk masyarakat,pemerintah juga menyediakan menghimbau secara tegas agar masyarakat tetap bekerja dengan prosedur kesehatan yang dijaminkan sesuai dengan anjuran KEMENKES,agar kebutuhan pokok masyarakat tetap dapat terpenuhi.
Namun yang menjadi keinginan masyarakat adalah pemerintah hadir memberikan solusi kepada masyarakat. Tetapi hingga saat ini, peran pemerintah terhadap problem ini tidak kunjung memberikan titik terang ataupun memberikan win win solution.
Pemerintah perlu pengoptimalan fungsi pengawasan ketenagakerjaan demi melindungi hak normative buruh. Untuk sector industry,pemerintah dapat melakukan rapid tes pada pekerja di pabrik dan mendorong perusahaan mematuhi protocol COVID-19. Juga Out of the box, yaitu dimana pegawai pengawas ketenagakerjaan dapat meminta data pekerja yang dirumahkan kepada perusahaan sebagai target social safety net pemerintsah. Serta dapat melakukan pendataan sistematik atas golongan masyarakat terdampak COVID-19 agar target dana bantuan sosial tepat terhadap masyarakat.

Oleh: Pengurus Bidang Kajian dan Akademis HIMA FH UNPAM